Langsung ke konten utama

Bersyukur, Optimalisasi Apa yang Sudah Diberikan


Saya adalah orang yang kerjaannya suka memberi penilaian kepada postingan orang-orang di media sosial, tapi penilaiannya cukup dipendam sendiri, tidak dipublikasikan. Kadang saya merasa orang yang suka menilai hidup orang lain (postingan di medsos kan juga termasuk rutinitas orang) pasti merasa dirinya sudah baik, hingga hidup orang lain yang tak seperti hidupnya dianggap belum baik maka dikritisi olehnya. Atau bisa juga karena merasa hidupnya masih belum baik, hingga selalu memberikan penilaian pada hidup orang lain guna memperbaiki hidupnya agar bisa seperti yang lain. 

Kalau saya pribadi, kadang diri ini diselimuti rasa insecure (tidak aman) sehingga selalu memandang rendah diri sendiri, tak bisa seperti yang lain. Kalau sedang begitu tak jarang saya banyak menyesal atas masa lalu saya, kenapa dulu tidak saya gunakan masa studi dengan sebaik-baiknya. 

Tak jarang pula saya diselimuti rasa 'ujub (bangga diri) yang sangat berlebihan, itu ketika saya memandang kemampuan orang lain di bawah saya dan hidupnya tak sebaik apa yang saya lakukan. Ketika saya sadar sedang tenggelam dalam rasa ujub tersebut, saya akan buru-buru memikirkan betapa tidak mampunya saya agar tidak kelewatan. Semoga bisa senantiasa rendah hati dan tahu diri siapa saya, karena kata ustad di tempat saya, "Jasad yang sering dibangga-banggakan kalau sudah ditinggal nyawa sudah tak berharga lagi, maka apa yang perlu disombongkan? Harta dan kehormatan juga tidak dibawa di akhirat nanti, justeru akan dimintai pertanggungjawaban atasnya." 

Jadi begini, akhir-akhir ini saya secara tidak sengaja melihat postingan beberapa teman (ada yang kenal dan ada yang berteman tapi sekadar tahu) yang menempuh studi pendidikan tinggi di luar negeri. Ada yang kuliah di Eropa, Australia, Asia dan Amerika. Saya memiliki beberapa teman yang mendapatkan beasiswa pendidikan untuk melanjutkan studi di LN karena di tahun 2015 kemarin saya sempat mengikuti kursus bahasa Inggris di Pare, Kediri sehingga mutual friend yang kursus di sana pun saya tambahkan jadi teman. Kenapa saya menyebut tidak sengaja, karena saya tidak mencari tahu khusus tentang apa saja aktivitas teman saya itu di media sosial, saya hanya melihat postingan mereka yang kebetulan sering muncul di beranda saya.

Apalah saya ini berani-beraninya menilai hidup orang lain yang faktanya hidup saya masih jauh dari kata baik, bahkan secara prestasipun saya tidak ada apa-apanya dibanding teman saya (yang akan saya nilai) yang sudah melalang buana dalam memperjuangkan pendidikannya. Tapi saya merasa perlu menuliskan ini, karena ini bentuk kegelisahan saya yang kalau tidak dituliskan akan menjadi jamur di otak saya.

Penilaian yang berupa kritikan tak selalu berkesan negatif, tapi juga penilaian positif atau apresiasi. Saya mengapresiasi beberapa teman saya yang memanfaatkan masa studi di LN untuk benar-benar belajar dan menjadi motivator untuk teman-temannya yang belum seberuntung dia. Contohnya banyak tulisan-tulisan mereka di media sosial yang mengisahkan tentang betapa celakanya dia jika tak bisa belajar dengan baik di negeri orang, meski prestasi sudah dia dapatkan tapi tidak lantas membuatnya bangga dan melulu menulis tentang deretan prestasi yang telah didapatnya. Saya sangat menyukai mahasiswa yang seperti ini, rendah hati dan tidak selalu mengagung-agungkan prestasi dan perjuangannya. Mereka tidak cepat puas dan senantiasa merasa dirinya belum apa-apa meski sebenarnya prastasi demi prestasi sudah didapatnya. 

Saya juga sangat mengapresiasi teman saya yang sering menuliskan tentang kebijakan di daerah tempat dia tinggal yang sekiranya berbeda dengan kebijakan di tanah air, atau tentang perbandingan pendidikan, dan juga tentang apa yang membedakan kuliah di luar negeri dengan dalam negeri. Tentunya mereka menuliskan dengan gaya bahasa yang rendah hati, tanpa ada unsur berbangga diri dan tidak terkesan menggurui. Jadi yang membacapun bisa sekaligus menambah pengetahuan.

Yang membuat saya kecewa karena sudah terlalu menaruh harapan tinggi kepada mereka adalah ketika yang sering dia tampilkan di media adalah kesibukannya berwisata di tempat-tempat indah negara yang ditumpanginya. Sesekali memang perlu upload perjalanan wisatanya, tapi bukankan sebaiknya itu digunakan sebagai pemanis saja? Kalau terlalu sering netizen jadi berprasangka bahwa beasiswa yang didapatnya diniatkan untuk wisata gratis di luar negeri. 

Tak hanya itu, bahkan ada yang sering posting tentang hubungan kedekatannya dengan mahasiswa asli negara yang ditumpanginya, dia memberitahukan bahwa sekarang dia menjalin hubungan spesial dengan sosok bule yang notabene dalam membangun hubungan tersebut dibutuhkan usaha yang tidak mudah, kemudian fokusnya akhir-akhir ini adalah cerita dia bagaimana menyeragamkan pikiran dia dengan kekasih bulenya itu, pendapat keluarga masing-masing tentang hubungannya, rencana LDR an yang menghantui, dan hal kurang penting lainnya. 

Sebenarnya masih ada beberapa kekecewaan saya, karena sebelumnya saya sudah sangat berbangga pada mereka tapi mengapa akhir-akhir ini yang mereka tunjukkan di media sangat kurang penting dan tidak menggambarkan sosok pencari ilmu di negeri jauh dengan segala ketergantungannya terhadap fasilitas beasiswa, tapi saya terlalu capek menuliskannya jika semuanya saya sampaikan di sini. Dan saya yakin pembaca pun pasti sangat bosen jika harus baca paragraf bertele-tele yang belum bagus ini.

Hal demikian membuat saya berkesimpulan pada dimanapun tempat kita menempuh studi, jika kita bisa memanfaatkan dengan maksimal kemampuan yang kita miliki maka hasilnya akan maksimal juga. Jadi belum tentu yang kuliah di universitas favorit menjamin pribadinya juga selalu lebih baik dari yang kuliah di kampus biasa-biasa saja. Eh, apasih kok bawa-bawa pribadi baik dan tidak baik, hemm. Pada intinya, melakukan yang terbaik apapun jalan yang kita pilih dan perjuangkan. 

Semoga ini tidak dalam rangka berbangga hati, tapi untuk dijadikan pengingat dan pembelajaran bahwa diri ini bukan siapa-siapa dan tak memiliki prestasi apa-apa, tapi sebagai manusia biasa yang ingin menumpahkan kegelisahan berupa tulisan saya bisa apa.

Semoga bermanfaat ~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jendela, Aku Rindu…

Jendela Magetan adalah komunitas kecil yang aku dan teman-temanku dirikan sebagai wadah untuk berbagi dalam hal membaca buku. Rasanya mau cerita agak Panjang. Tapi takut yang membaca jadi bosen. Oke lah, diringkas saja. Tahun 2017 aku merantau ke Ciputat karena berbagai macam factor, mulai dari ketidakjelasan akan masa depan, juga untuk menghindari beberapa omongan miring orang sekitar tentang mahasiswa yang lulus kuliah kok nggak segera dapat pekerjaan mapan. Kalau istilah remaja sekarang, waktu itu aku mengalami yang Namanya “Quarter Life Crisis”. Dengan merantau, aku ada di lingkungan yang baru, pengalaman baru, tentunya banyak hal baru yang didapat. Di Ciputat aku berteman dengan Mutia dan Dian yang kebetulan sangat sefrekuensi denganku. Kami sama-sama suka buku, diskusi ringan, dan suka berkunjung ke tempat-tempat yang asik untuk baca. Kemudian kami mengoleksi beberapa buku Bersama. Tak hanya Mutia dan Dian, aku bertemu dengan Mbak Ria, dia juga sangat nyaman untuk diajak disk

Insyaallah, Semua akan Baik Baik Saja..

Alhamdulillah proses operasi kuret berjalan lancar dan tidak begitu sakit, alhamdulillah. Saya Dan suami sudah sedikit lega, rasanya sudah beda tidak seperti sebelumnya. Proses pra Dan pasca operasi membuat says sadar betul, betapa sayang Dan perhatian suami saya. Rasanya setiap apapun bentuk perhatian yang dia berikan ingin sekali memberi pelukan hangat kepadanya.  Dari pagi, kami bersiap menuju RS untuk kuret, suami menyiapkan semuanya. Saya hanya tinggal bersih2 diri Dan makeup. Mulai dari merebus air untuk Mandi, menyiapkan sarapan, menyeteeika pakaian, menyiapkan kendaraan, menyiapkan administrasi yang diperlukan, jadi saya terima jadi semuanya. Ya Allah, rasanya terharu sekali melihat suami begitu perhatian, sayang, dan hangat seperti saat ini, meski setiap hari juga seperri itu, tapi kali ini lebih.  Saya mencintai suami lebih dari apapun, bahkan jika ditanya apa yang membuat saya jatuh cinta dan sayang pada suami, saya sulit menjelaskan satu per satu alasannya. Karena

Bazar dan Kegembiraan Siswa

  Rasanya setiap siswa akan senang dan sumringah ketika mereka keluar dari kelas, haha hihi dengan temannya, berkunjung ke kantin, antri di toilet, dan aktivitas lain yang pokoknya di luar kelas aja. Hayo ngaku aja, yang sekarang jadi bapak ibu guru, pastinya dulu mengalami jadi siswa juga kan? Pasti seneng juga ketika sedang di luar kelas.  Begitu juga ketika kegiatan bazar berlangsung, siswa seneng luar biasa meski mereka harus mempersiapkan banyak hal untuk apa yang akan dijual dan menyusun standing bazarnya.  Bazar di sekolah saya kali ini diselenggarakan untuk memeriahkan kegiatan penerimaan rapor semester ganjil oleh wali murid. Selain memeriahkan, ternyata bazar ini menjadi kegiatan yang dinanti-nantikan siswa. Bagaimana tidak, terlihat dari antusias siswa dalam bazar ini. Aneka jenis makanan dan minuman dijual oleh mereka, mulai dari kelas X hingga kelas XII. Ada yang menjual jenis makanan tradisional seperti getuk, cenil, cilok, dan ada yang menjual makanan yang sedang hits at