Langsung ke konten utama

Kopi yang Dipanasi


Beberapa hari terakhir musala yang terletak di pojok desa tersebut telihat sepi. Pak Salim selaku imam musala terlihat duduk santai di depan rumah yang kebetulan di samping musala. Dia pandangi musala yang baru selesai dibangun 2 bulan yang lalu itu, masih terlihat kokoh, bersih, tapi masih sepi jamaah. Dia sruput kopi hitam tawar yang dibuatkan istrinya sambil menghela nafas. "Apa yang membuat warga sekitar enggan salat berjamaah di musala?" gumamnya lirih. 

Tak lama istrinya pun menghampiri, "Pak, nggremeng apa, to? Apa kopinya kurang manis?"

"Lha kan memang kopi tawar, Dik." Jawab Pak Salim sambil noleh ke istrinya.

"Oiya. Hehe. Trus barusan ngomong apa? Wong nggak ada orang kok nggremeng sendiri."

"Tenang, Dik. Suamimu ini belum stress, alias masih waras. Gini lho, musala ini sudah 2 bulan berdiri, kondisinya bersih, ada kipas angin, dekat pemukiman warga, tapi jamaahnya kok ndak ada peningkatan ya?"

"Oalah, Pak. Namanya orang banyak, kepentingan masing-masing orang kan beda. Yang penting bapak istiqomah mengimami jamaah tanpa pandang kuantitas ya sudah."

"Ya ndak bisa gitu, Dik. Kalau dibiarkan nanti letak dakwah kita di mana?"

"Bapak kan sudah beberapa kali mengingatkan lewat pengajian Isra Mikraj kemarin."

Kemudian Pak Salim kembali menyeruput kopi dan menghabiskannya. Tiba-tiba datang salah seorang jamaah musala. 

"Assalamu'alaikum, Pak."

"Wa'alaikumsalam, Pak Sukri. Monggo, silakan duduk. Kebetulan kopi saya habis. Dik, tolong sekalian bikinkan kopi 2 cangkir ya." kata Pak Salim pada istrinya.

Pak Sukri terlihat senyam-senyum ketika tahu hendak dibuatkan kopi, padahal maksud hati ingin menyampaikan sedikit berita dan biasanya hanya segelas air mineral Club yang disajikan.

"Jadi begini Pak, muazin musala kita, Pak Wahab, sedang sakit tipes. Sudah 2 hari ini beliau tidak makan, karena tiap dipaksa makan perutnya nolak. Sekarang kondisinya memprihatinkan, Pak. Lemas terkulai, menggigil, wajahnya pucat. Saya takut kalau semakin parah kondisinya jika tidak segera kita bawa ke rumah sakit." jelas Pak Sukri panjang lebar.

"Innalillahi, kenapa baru bilang sekarang, Pak? Saya kira sakit flu biasa, baik, kita jenguk sekarang saja, Pak." 

"Tapi kopinya bagaimana, Pak?"

"Tenang, nanti bisa dipanasi lagi. Sedang yang tipes tidak bisa ditunda terlalu lama. Monggo, Pak. Berangkat."

Seketika raut wajah Pak Sukri berubah, bibir yang sebelumnya menunggingkan senyum, sekarang berbalik jadi merengut

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jendela, Aku Rindu…

Jendela Magetan adalah komunitas kecil yang aku dan teman-temanku dirikan sebagai wadah untuk berbagi dalam hal membaca buku. Rasanya mau cerita agak Panjang. Tapi takut yang membaca jadi bosen. Oke lah, diringkas saja. Tahun 2017 aku merantau ke Ciputat karena berbagai macam factor, mulai dari ketidakjelasan akan masa depan, juga untuk menghindari beberapa omongan miring orang sekitar tentang mahasiswa yang lulus kuliah kok nggak segera dapat pekerjaan mapan. Kalau istilah remaja sekarang, waktu itu aku mengalami yang Namanya “Quarter Life Crisis”. Dengan merantau, aku ada di lingkungan yang baru, pengalaman baru, tentunya banyak hal baru yang didapat. Di Ciputat aku berteman dengan Mutia dan Dian yang kebetulan sangat sefrekuensi denganku. Kami sama-sama suka buku, diskusi ringan, dan suka berkunjung ke tempat-tempat yang asik untuk baca. Kemudian kami mengoleksi beberapa buku Bersama. Tak hanya Mutia dan Dian, aku bertemu dengan Mbak Ria, dia juga sangat nyaman untuk diajak disk

Insyaallah, Semua akan Baik Baik Saja..

Alhamdulillah proses operasi kuret berjalan lancar dan tidak begitu sakit, alhamdulillah. Saya Dan suami sudah sedikit lega, rasanya sudah beda tidak seperti sebelumnya. Proses pra Dan pasca operasi membuat says sadar betul, betapa sayang Dan perhatian suami saya. Rasanya setiap apapun bentuk perhatian yang dia berikan ingin sekali memberi pelukan hangat kepadanya.  Dari pagi, kami bersiap menuju RS untuk kuret, suami menyiapkan semuanya. Saya hanya tinggal bersih2 diri Dan makeup. Mulai dari merebus air untuk Mandi, menyiapkan sarapan, menyeteeika pakaian, menyiapkan kendaraan, menyiapkan administrasi yang diperlukan, jadi saya terima jadi semuanya. Ya Allah, rasanya terharu sekali melihat suami begitu perhatian, sayang, dan hangat seperti saat ini, meski setiap hari juga seperri itu, tapi kali ini lebih.  Saya mencintai suami lebih dari apapun, bahkan jika ditanya apa yang membuat saya jatuh cinta dan sayang pada suami, saya sulit menjelaskan satu per satu alasannya. Karena

Bazar dan Kegembiraan Siswa

  Rasanya setiap siswa akan senang dan sumringah ketika mereka keluar dari kelas, haha hihi dengan temannya, berkunjung ke kantin, antri di toilet, dan aktivitas lain yang pokoknya di luar kelas aja. Hayo ngaku aja, yang sekarang jadi bapak ibu guru, pastinya dulu mengalami jadi siswa juga kan? Pasti seneng juga ketika sedang di luar kelas.  Begitu juga ketika kegiatan bazar berlangsung, siswa seneng luar biasa meski mereka harus mempersiapkan banyak hal untuk apa yang akan dijual dan menyusun standing bazarnya.  Bazar di sekolah saya kali ini diselenggarakan untuk memeriahkan kegiatan penerimaan rapor semester ganjil oleh wali murid. Selain memeriahkan, ternyata bazar ini menjadi kegiatan yang dinanti-nantikan siswa. Bagaimana tidak, terlihat dari antusias siswa dalam bazar ini. Aneka jenis makanan dan minuman dijual oleh mereka, mulai dari kelas X hingga kelas XII. Ada yang menjual jenis makanan tradisional seperti getuk, cenil, cilok, dan ada yang menjual makanan yang sedang hits at