Dengan perasaan sangat malu dan kikuk, Heru memberanikan diri untuk masuk ke dalam sebuah ruangan yang menurutnya akan sangat mengerikan. Langkah kakinya berat, seperti enggan menuju ke sana tapi dipaksanya. Dia rapikan seragamnya sambil merapikan sisiran rambutnya. Matanya tertuju pada dua pintu yang terbuka lebar, dilihatnya dari jauh, sepertinya tak banyak orang yang di dalam ruangan tersebut. Keberaniannya timbul perlahan. Dia melangkah dengan lebih percaya diri.
"Assalamu'alaikum, permisi, Bu." Ucapnya di tepi pintu yang tak jauh dari tempat duduk bapak ibu guru.
"Wa'alaikumsalam, iya, Le. Mau cari siapa?" Tanya salah seorang ibu guru yang duduk tepat di samping pintu.
Heru melihat seisi ruang yang ternyata masih banyak ibu guru di dalamnya, seketika rasa malu dan canggungnya muncul kembali. Dia khawatir jika apa yang dipikirkan sebelumnya terjadi. Saking canggungnya, dia agak geligisan dan lupa nama ibu guru yang dicarinya.
"Cari, ehm, Ibu Lilik, Bu. Ibu Lilik nya ada?"
"Bu Lilik yang mana? Bu Lilik Suwito atau Bu Lilik Setyo?" Jawab salah seorang guru yang tiba-tiba nyaut dari belakang Heru.
"Ehm, Bu Lilik... Setyo, Bu." Jawab Heru ragu.
Beberapa ibu guru terlihat menggerombol di tengah ruangan, beberapa ada yang tetap melanjutkan obrolan dan kebanyakan memperhatikan kedatangan Heru dengan senyum sinis mereka.
"Owalah, kamu to, Le. Ternyata masih ingat sama wali kelasnya." Jawab Bu Lilik sambil membalikkan badan yang semula membelakangi Heru.
"Ini lho, Bu, anak yang waktu itu ada tugas tapi yang mengumpulkan tugas malah ibunya. Dia nggak masuk." Sahut Bu Rini tanpa tedeng aling-aling.
Mendengar apa yang dikatakan Bu Rini, Heru sangat malu. Dan benar apa yang dikhawatirkannya tadi terjadi. Dia tersenyum kelu, wajahnya merah dan gerak tubuhnya kikuk. Serba salah.
"Owalah, ini to anaknya." Bu Indah ikut berkomentar sambil tertawa kencang.
"Lha dia kalau saya ajar ki sering ijin ke belakang, nanti lama nggak balik ke kelas. Sekalinya kembali sambil bawa minuman. Lak yo megelno." Bu Lilik tidak mau ketinggalan cerita.
Heru terdiam, telinganya sudah seperti tidak kuat mendengar sindiran ibu-ibu guru yang menertawakannya. Dia seperti ingin keluar tapi tidak bisa, karena tujuannya belum tersampaikan.
"Apa rencanamu setelah lulus sekolah ini, Heru?" Tanya Bu Lilik sambil membuka tumpukan map di atas mejanya.
"Ehm, belum tahu, Bu."
"Kok belum tahu ki piye? Temenmu lho sudah banyak yang melamar kerja, daftar kuliah, kamu kok belum ada rencana. Piye, sih?" Tanya Bu Lilik dengan suara yang sangat lantang. Diikuti tawa riuh ibu guru yang ada dalam satu ruangan tersebut.
"Hehe..iya, Bu." Heru sudah tidak berminat menjawab aneka pertanyaan menyebalkan yang ditujukan padanya. Dia hanya tersenyum sambil menahan malu yang teramat sangat.
"Jangan-jangan ini tadi kamu belum mandi? Pasti baru bangun tidur ya?" Tanya Bu Rini sambil tersenyum geli.
"Hehe, terserah apa penilaian Ibu Rini saja." Jawab Heru sambil menampakkan raut muka yang sangat tidak enak.
"Bu, kedatangan saya kesini ingin mengambil SKL, jika SKL saya sudah ada saya akan dengan segera meninggalkan ruangan ini, Bu. Mohon segera dicarikan, Bu." Heru sudah tidak tahan dengan tatapan ibu guru yang meremehkannya.
"Ini SKL nya, jangan lupa mandi ya kalau ke sini." Jawab Bu Lilik sambil menyerahkan selembar SKL kepada Heru.
"Terima kasih, Bu. Saya pamit." Dia bersalaman dengan Bu Lilik dan segera keluar dengan langkah kaki yang begitu cepat.
Ternyata kedatangannya disambut dengan banyak celaan dari ibu guru, bahkan wali kelasnya sendiri, Ibu Lilik. Selama 3 tahun belajar di sekolah tersebut, Heru memang dikenal sebagai siswa yang nakal. Sering tidak masuk, jarang mengerjakan tugas, lebih suka di kantin, dan kurang begitu tertarik mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Kekhawatirannya jika nanti dipermalukan oleh gurunya ternyata terjadi. Dia malu, rasa hormatnya kepada ibu-ibu guru yang di ruangan tadi hilang sudah.
"Aaagghhrrr....." teriak Heru di tempat parkir.
Komentar
Posting Komentar