Langsung ke konten utama

cerpen perdana ku :D



KEJUTAN DI TAHUN KE 22

“Brukkk….” Suara hantaman selimut disertai hamburan debu tipis karena sudah berbulan-bulan belum tersentuh air sama sekali. “Uhuukkk….huukk…, kotornya ini selimut. Beratnya juga minta ampun.” Lirihku sambil terbatuk-batuk. Aku harus mencuci selimutku yang dengan ketebalan sama dengan ketebalan perut teman tergemuk ku di kampus. 
“Raaaannnn!!!!! Tolong dong ini laptop ku gak bisa dinyalain ini!” teriakan Gaby dari kamarnya meminta tolong. Huhh… lagi sibuk-sibuknya nyuci selimut malah suruh benerin alat gituan. Males sebenarnya, ya udah dari pada ntar dia ngomel-ngomel lebih baik aku lihat dulu laptopnya.
“Apaan sih Gab, lagi konsentrasi sama cucian malah ganggu aja kamu. Emang kamu apain tuh laptop??”
“Ya maaf Ran, abis ini makalah numpuk belum ngerjain sama sekali. Kalo laptop ngandat gini kan aku bisa stress dadakan. Kamu mau aku gila??” jelas Gabby sambil menampakkan tampang melas andalannya. “Ya ngga gitu juga, kalo kamu gila pasti tambah nyusahin dah.” Jawabku kesal nyata.
“Ihh..kamu Ran. Jahat banget. Gini, tadi itu nggak aku apa-apain, aku Cuma ngetik biasa trus tiba-tiba mati. Padahal udah lumayan dapat dua halaman tadi. Trus aku nyalain gag bisa-bisa. Kenapa ya Ran?” Jelas gabby panjang lebar sambil cemas-cemas mau nangis. Lantas aku cek laptopnya, memang panas juga suhunya kaya orang demam. Aku coba nyalain dan masih nggak mau nyala. Bingung juga, belum pernah ku jumpai keluhan seperti ini. Jangan-jangan memang motherbootnya. “Gab, ini memang nggak bisa nyala lho. Kalo udah kaya gini coba kamu bawa aja ke servis laptop. Kamu pake laptopku aja dulu.” Ungkapku.
“Apa?? Harus ke servis dulu?? Dua lembarku sia-sia donk! Ya ampun Raanii…..huhuhu…” gabby  memang suka nangis. Kena masalah dikit aja air mata udah kebelet mau keluar. Sebagai teman yang baik aku berusaha menenangkan dengan memberikan solusi terjitu padanya. Putar otak sambil lihat sekeliling. Dan,,,,, “Astagaaaaa Gaabbyyy….. apa-apaan kamu ini??? Ini apa?? Baterai kamu lepas. Barusan kan emang mati listriknya. Sampe nenek-nenek juga ngga bakal nyala itu laptop Gabby. Aahh…kamu ini.” Ternyata baterai dilepas dan diletakkan di atas kursi yang memang agak jauh dari meja laptop Gabby.
Gabby terkejut dan berhenti nangis, “Ohh..iya lupa Ran. Ternyata tadi aku lepas ya. Hehehe…Alhamdulillah ngga jadi servis. Hehehe”
“Dasar pikun. Udah ya aku lanjut nyuci. Awas kalo panggil-panggil lagi.”
*****
Ran, kamu hari ini ada acara g? aku mau ajak kamu ke rumah. Gimana??
Itu adalah pesan singkat pertama hari ini yang masuk di ponselku. Dari Mas Radit temannya teman satu kampusku. Pesan pertama yang membuat jantung berdegup lebih kencang dari biasanya. Pesan pertama yang membuat seolah-olah nggak boleh pesan lain masuk di ponselku kecuali pesan dari Mas Radit. Memang belum aku balas, rasanya kepingin sholat istikharah dulu untuk membalasnya. Seperti selayaknya anak kos, aku punya teman sekamar yaitu Gabby tadi. Aku cerita tentang ini, siapa tahu dia bisa kasih pencerahan aku harus bilang apa ke Mas Radit.
“Cieee…Rani. Ceritanya mau ke rumah camer nih. Udah, balas iya aja. Mau banget Mas. Gitu loh. Ini kan yang kamu inginkan dari dua minggu yang lalu.” Gabby sangat serius menanggapi ini entah kenapa.
“Iya juga sih, tapi kan belum siap akunya. Aku sama Mas Radit nggak ada hubungan apa-apa. Ntar kalau ditanya orangtuanya gimana coba? Aku temannya gitu?” memang aku sama Mas Radit baru kenal 2 bulan. Dan lumayan dekat baru 3 mingguan ini. Mas Radit memang sosok lelaki yang membuatku nyaman. Kita sering bertemu di halte bus, karena tiap aku ke kampus dia berangkat kerja.
“Ya nggak masalah. Bilang apa adanya gitu aja. Gampang. Biasa wae, paling nggak kamu tahu gimana orangtua nya Mas Radit dan mereka tau gimana kamu yang sebenarnya. Biar nanti ke depannya lebih jelas mau diapain kamu sama Mas Radit nya. Iya nggak? Kalau kamu nggak mau balas, biar aku aja sini HP mu.” Tiba-tiba gabby rebut HP ku dan langsung dia kirim itu apa yang dia katakana. Ya aku hanya bisa pasrah karena itu juga mau u dan tersenyum bahagia karena ini artinya Mas Radit ada usaha untuk lebih serius lagi dengan ku.
OK. Ntar aku jemput di kosmu jam 9 aja ya.
Siap-siap dulu sana!
Yang cantik ya! Hehe
Aku beranjak dari kamar ambil handuk karena jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB. Mas Radit apa benar-benar mau serius dengan ku?? Itu yang selalu aku pikirkan sambil siap-siap memperpantaskan diri untuk menghadap orang tuanya. Selama ini aku belum pernah dekat dengan cowok manapun. Meskipun banyak teman cowok tapi tidak ada yang dekat seperti aku sama Mas Radit saat ini. Jadi bisa dibilang pengalaman tentang asmara masih sangat minim. Tapi bukan berarti aku menjadi sosok wanita yang mudah kena rayuan para lelaki buaya.  Dan akupun masih selalu membatasi perasaan nyaman dan kagumku pada Mas Radit. Aku tidak ingin nanti perasaanku terlalu berlebihan yang nantinya berujung pada segala kemungkinan yang tak enak dibayangkan.
Akhirnya dengan mengenakan dress hijau tosca panjang kesayangan, aku berangkat ke rumah Mas Radit dengan perasaan was-was. Takut kalau orang tua nya galak seperti di sinetron-sinetron TV. Jangan-jangan nanti ditanya resep makanan, padahal nggak bisa masak. Atau nanti ditanya tentang rumus persamaan kuadrat mengingat Mas Radit pernah cerita kalau Bapaknya adalah guru Matematika SMA. Aduuhh…kenapa Mas Radit nggak bilang dari jauh-jauh hari. Kalau tahu begini kan tadi malam aku belajar. Nervousnya udah kaya mau ujian nasional. Ya Allah…. All is well. Bismillah….
***
Setelah menempuh waktu 30 menit an kita sampai di ujung jalan menuju rumah Mas Radit. Di sepanjang jalan banyak orang berlalu lalang sambil mengenakan pakaian hitam-hitam. “Mas, kok rame gini jalannya. Ada yang meninggal ya tetangga kamu Mas?” Tanyaku penasaran. “Nggak tau juga Ran, tadi aku berangkat dari rumah saudara ku soalnya tadi malem suruh bantu ngerjain bahan buat presentasi. Jadi aku belum ke rumah.” papar Mas Radit yang juga keheranan dan tidak tahu. “Ohh..gitu. Trus mereka kok ngeliatin kita sih Mas? Aku jadi nggak enak.” Karena memang setiap orang lewat pasti melihat kita dengan tatapan yang tak biasa. Kemudian Mas Radit membuka kaca helmnya dan memelankan kecepatan sepeda motornya.
Dari kejauhan sudah terlihat sumber keramaian para warga yang kemungkinan mereka bertakziah. Di sebuah rumah dengan dinding warna biru tua ternyata sedang berduka dan aku tidak tahu itu rumah siapa. Mengetahui itu, Mas Radit gemetaran, spontan mengucap, “ya Allah..Bapak Ibuk?? Kenapa ini Ran?” aku masih kebingungan tak mengerti apa maksud Mas Radit. Apa mungkin itu rumahnya. Seketika itu kecepatan ditambah menjadi 60km/jam. 1 menit kita langsung di depan rumah tersebut. Mas Radit tanpa mengucap sepatah katapun padaku.
Ketika turun dari motor, lelaki separuh baya memeluk Mas Radit, “Dit, kamu emana aja Nak? Bapakmu Dit, bapak udah pergi.” Aku sangat kaget mendengar kata-kata om nya Mas Radit. Tanpa mengucap sepatah katapun Mas Radit langsung tak sadarkan diri. Tak sadar juga air mataku ikut keluar. Dan aku pergi menghampiri Ibu Mas Radit yang duduk di samping jenazah suaminya.  Kami berjabat tangan dan aku memberitahukan kalau namaku Rani kemudian Ibunya memelukku sambil menangis dan berkata, “Nak, kamu Rani yang sering diceritakan Radit kan? Padahal Bapaknya Radit ingin sekali bertemu denganmu Nak. Tapi ternyata bapak pergi lebih dulu.”
“Iya Bu, Ibu yang sabar dan tabah ya. Masih ada Mas Radit yang nanti menemani Ibu. Biarkan bapak tenang di sana, kalau ibu sedih bapak nggak akan tenang di sana. Ibu yang sabar.” Tuturku.
***
Hari hari setelah kepergian bapak Mas Radit jadi sedikit berbeda. Biasanya Mas Radit sering kasih kabar, paling nggak sehari sekali pasti ada kabar. Sekarang sering aku yang memulai telpon ke dia. Mas Raditpun sedikit cuek sikapya. Tidak seperti biasa. Apa mungkin masih terbawa suasana dan masih kangen sama bapaknya. Semoga saja seperti itu. Aku berusaha mengerti dia. Kupilih untuk lebih diam saja, karena setelah itu mas radit nggak pernah cerita tentang keluh kesahnya selama ditinggal bapaknya ke aku. Akupun tau diri, aku nggak berhak memaksanya untuk selalu bercerita toh akupun juga bukan apa-apanya.
Sudah 40 hari kepergian bapak Mas Radit. Gabby memintaku untuk pergi ke rumahnya sebagai teman Mas Radit yang pada saat meninggalnya juga iut hadir di sana dan lagi pula ibunya juga sudah mengenalku. Tapi aku ragu karena Mas Radit juga tidak memintaku untuk dating. Apa aku berhak dating ke sana kalau nanti ternyata Mas Radit tidak menginginkan kedatanganku. “Ayolah Ran, kamu pergi ke sana tidak untuk Si radit kok. Untuk ibunya, nanti jangan temui radit. Langsung ke ibunya saja. Nggak enak juga kalau kamu nggak ke sana.” Gabby membujukku.
“Iya deh. Aku berangkat. Kamu ikut ya tapi??”
“Aku juga?? Boleh deh.”
Sesampainya di sana, kita disambut Mas Radit karena memang kebetulan dia berada di depan rumahnya.
“Mas, gimana kabarnya?” sapaku basa basi karena kita belum bertemu semenjak meninggalnya bapak.
“Alhamdulillah baik Ran. Masuk aja ibu di dalam.” Balasnya sambil berlalu seperti ada yang dia tuju di lain tempat.
Aku dan Gabby masuk dan ngobrol banyak dengan ibunya Mas Radit. Sudah 1 jam ngobrol, kitapun memutuskan untuk pulang dan Mas Radit juga masih kelihatan sibuk. Jadi kita tidak bisa ngobrol dengannya.
***
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ran, maaf ya selama ini q tdk pernah kasih kabar atau Tanya kabar tentang qm.
Dan skrg kita jd jarang komunikasi. Maaf.
Dan ini mungkin terakhir q sms kamu Ran. Q minta mf kalo selama ini ada salah.
Maaf Ran.
Wassalam
Itu adalah pesan singkat pertama yang masuk di HP ku hari ini. Serasa begitu pedas kata-kata yang diketik oleh mas radit, saking pedasnya mata tak henti-henti mengeluarkan air mata. Begitu gampangnya Mas radit berkata demikian, meskipun selama ini kami tidak ada hubungan apa-apa setidaknya kasih alasan lah kenapa dia berbuat seperti ini. Apa yang salah dengan ku? Apa pernah aku menyinggung perasaannya? Ibunya juga masih bersikap baik padaku, bahkan sangat senang melihat kedatanganku di acara 40 hari ayah mas Radit kemarin. Ku coba untuk tetap bisa menerima keputusan Mas radit, meski sesekali menangis. Menangis bukan untuk kehilangan sosok Mas radit ataupun menangisi kekosongan yang kembali kurasakan, tetapi menangis untuk menyesali sesuatu yang pernah ku lakukan sehingga membuat Mas Radit berbuat demikian kepadaku dan akupun tak mengerti apa itu.
“Gabby, apa aku pernah menyinggung perasaan Mas Radit sehingga ini yang dia lakukan padaku? Atau aku pernah menyakiti hatinya, atau kepergian bapaknya yang membuat dia menjauhiku seperti ini?” tanyaku pada Gabby yang sedang membaca pesan terakhir Mas Radit untuk ke-50 kalinya.
“Memang bener-bener brengsek radit itu. Seenaknya aja ninggalin cewek tanpa alasan. Meskipun kalian nggak ada hubungan apa-apa ya seharusnya kasih alasan yang jelas lah.” Jawab dia emosi.
“Yaah…kamu ini malah bikin aku makin tersakiti aja. Udah lah..mau ke kampus dulu.”
Sekarang ke kampus aku lebih pilih nebeng Fani, teman sekelasku. Karena aku nggak mau nanti kalau ngebus ketemu dengan mas radit di halt seperti biasanya. Biarlah aku lupa dengan sendirinya. Keadaan seperti ini aku ambil hikmahnya aja, yaitu aku lebih rajin dan semangat ngerjain tugas karena sering cari kesibukan esana kemari biar nggak inget sama Mas Radit. Yang biasanya tugas makalah seminggu sebelum presentasi baru tersentuh, sekarang ketika dosen kasih tugas malamnya langsung u selesaikan. Hebat kan ya?
***
“Gabby, bisa jemput aku nggak di kampus jam 10? Fani sakit tadi, dia pulang duluan.” Pintaku menelepon Gabby.
“Ahh…aku nggak bisa Ran. Ini lagi ada rapat karyawan. Naik bis aja kenapa sih? Ntar aku tratir deh.” Jawab Rani sambil berbisik. Gabby memang selalu begitu, tiap dia ngrasa bersalah pasti dia ngasih makan gratis.
1 jam kemudian aku beranjak ke halte bus yang tidak jauh dari kampusku. Di jalan, aku hanya berdoa semoga nggak ketemu Mas Radit di sana. Semoga saja, dan kemungkinan tidak bertemu karena ini baru jam 10.00 WIB dan pastinya belum pulang kerja. Alhamdulillah…tenang. Sesampainya di halte, aku kaget bukan main. Mas Radit sudah duduk di tempat biasa dia duduk dan biasanya kita sering ngobrol di situ. Seketika aku membalikkan badan dan duduk di pinggiran taman yang tak jauh dari halte tersebut. Tak ku sangka aku sangat sedih melihatnya, dan tak kuasa menahan emosi tiba-tiba aku menangis. Ku putuskan untuk naik bus kedua setelah bus yang ditumpangi Mas Radit berangkat.
***
“Ran,,bangun donk!” ku dengar suara bisikan yang sangat dekat dengan daun telinga ku. Dengan terpaksa kubuka mata perlahan-lahan, ternyata bisikan itu berasal dari mulut Gabby. Sudah ku duga.
“Ada apa Gab? Ngantuk banget…penting nggak?” suaraku sedikit mendesah karena memang belum begitu sadar dari bangun tidur panjangku.
“Ran, ini Mas Radit sms ke no ku. Kamu baca sendiri deh. Aku sebenarnya nggak tega ngasih tau kamu. Tapi sebagai sahabat, aku harus menyampaikan ini supaya kegelisahanmu selama ini terjawab dan kamu bisa kembali normal meskipun sedikit terluka.” Bisiknya lagi.
“Haaa?? Mas Radit lagi? Mana sms nya?” mataku terbuka lebar dalam sedetik. Dan kesadaranku kembali normal.
“Ini, bacaya pelan-pelan dan kamu jangan nangis lagi.” Sambung Gabby sambil memberikan HP nya padaku.
Gabby, sbnrnya q slma ini sengaja menjauhi Rani.
Karena kepergian bapakku gab.
Bapak pergi ketika q menjemput Rani. Q merasa anak durhaka krna d’saat terakhir bpak q malah pergi dg Rani. Dan untk menebus rasa bersalahku aku hrus menjauhi Rani. Ini sdh keptsanku. Maaf.
Karena kamu teman dkatnya q mhon smpaikan ini padanya.
“Ini sms nya Gab? Tega bener dia nulis kaya gini ke aku. Apa aku penyebab bapaknya meninggal, kan nggak. Itu sudah takdir yang di atas. Trus kenapa imbasnya harus ke aku? Bilang aja kalau dia udah punya cewe yang lebih cantik dariku. Gitu aja pake alasan kaya gini. Hiks…..huhuhu” Tuturku panjang kali lebar dan aku masih saja menangis untuk kesekian kalinya. Iyalah, aku wanita biasa yang selalu menumpahkan keluh kesahnya dengan luapan tangisan. Dan memang pesan Mas Radit ini benar-benar membuatku sakit hati. Seolah-olah saat kepergian bapaknya itu memang gara-gara aku.
“Aduh….sini-sini sahabatku. Udaah jangan nangis lagi. Ini bukan tentang dia atau kamu yang salah. Ini tentang kelapanganmu menerima keputusan Mas Radit Ran. Terima aja, dan kamu pikirkan masa depanmu tanpa menoleh lagi ke Mas Radit ya. Masih banyak cowo di kampusmu yang lebih cakep dari radit. Ya nggak?hahaha…”kata Gabby berusaha menenangkanku sambil memelukku agar aku berhenti nangis.
***
Selasa, 3 Maret 2015 adalah tanggal di kalender untuk hari ini. Ya, di hari ini aku genap berusia 22 tahun. Selayaknya orang lain, aku menanti-nanti datangnya hari ini. Berharap ada kejutan manis dari sahabat terdekat ataupun orang special. Tapi untuk kejutan dari orang special sudah tidak mungkin, karena memang aku nggak punya sosok special di hati. Banyak ucapan ku terima baik itu di social media ataupun SMS dari teman. Dan Gabby teman satu kamarku hari ini dia di rumah, kemarin pulang karena mengambil tas ransel yang nanti buat hiking bersama kawan-kawan kerjanya. Mungkin dia sibuk jadi nggak ingat kalau ini hari ulang tahunku. Tak berapa lama kemudian, ada orang mengetuk pintu kamarku.
“Tok…tok…tok…Ran, buka pintunya donk! Tumben dikunci!” suara yang sudah tidak asing di telinga.
“Iya Gab, bentar.” Ku buka pintu untuk Gabby.
“Happy Birthday Rani…..” dia tiba-tiba masuk sambil berteriak. Seneng bisa dapat kejutan kayak gini. Tapi ada yang aneh dari Gabby…di belakangnya ada cowok berdiri dengan berbalik badan jadi kurang jelas siapa dia itu.
“Makasih Gabby…kamu memang nggak pernah lupa ya. Eh, itu siapa sih? Suruh masuk sini. Temanmu kah?” tanyaku penasaran.
“Oh iya..biar aja dulu. Dia temanku tapi dia pemalu Ran. Kamu masuk dulu tolong siapin kopi sana buat temanku ini ya? Aku mau bicara sebentar sama dia.” Papar Gabby.
“OK!” langsung aku masuk kamar membuat segelas kopi untuk teman baru Gabby.
5 menit kemudian aku mengantar kopi pesanan Gabby untuk temannya. Tapi temannya tidak bersama Gabby. Entah kemana perginya.
“Lho..temanmu pulang? Ini dibuatin kopi. Gimana sih?”tanyaku kesal karena repot-repot dibikinin kopi malah pergi.
“Katanya sih cari rokok di warung depan. Penasaran ya kamu Ran? Pasti kepo kan? Tenang aja dia bukan cowokku kok. Hahahaaaa….”jawab Gabby kegirangan. Entah apa yang membuat dia girang begini. Seperti ada yang disembunyikan dari Gabby.
Dan tiba-tiba ku rasakan hal yang berbeda, masih belum pernah kualami. Ini pertamakali aku merasakan seperti ini. Dekapan hangat dari belakang tubuhku. Spontan aku membalikkan tubuh ingin tahu siapa yang dengan berani memelukku seperti ini. Dan ternyata dia, dia yang memelukku, pelukan yang dia lakukan begitu penuh kehangatan. Begitu nampak jelas ini begitu dari hati, kulihat sorot matanya yang lembut menatap mataku pula dengan tajam. Mata kita berdua bertemu, dan dia masih tidak mengatakan apapun. Justru semakin erat dekapannya. Aku pun tak kuasa menahan haru, sampai lidah juga tak kuasa bergerak untuk mengucap sepatah atau dua patah kata. Hanya rasa bahagia yang kini aku rasa. Ternyata aku sudah hanyut dalam suasana. Hanyut kulampiaskan dengan semakin deras meneteskan air mata sambil menopangkan kepala di bahunya. Aku menangis semakin keras, ku peluk erat pula tubuhnya. Sudah tak ku hiraukan Gabby di belakangku. Dan tiba-tiba…
“hey…sudah mesra-mesraanya. Nggak lihat apa di sini ada orang. Mentang-mentang lagi kangen dunia kaya milik kalian aja.” Teriak gabby menyadarkan kami berdua. Ku lepas dekapan tangannya dan menoleh kebelakang.
“Ahh…kamu Gab. Iya deh. Maaf ya…abis aku kangen banget sama temenmu ini. Udah 3 bulan nggak kasih kabar. Kamu kemana aja Mas?” tanyaku pada cowok yang memelukku, yaitu Mas Radit.
“Surprisse donk. Maaf ya Raniku sayang, aku sudah 3 bulan ini menjauhimu. Dan memang kamu tau sendiri aku baru saja tertimpa musibah, dan memang saat itu aku masih terpuruk syok dengan kepergian bapakku yang sangat mendadak. Memang aku sengaja untuk tidak menghubungimu selama 1 minggu, karena aku masih belum bisa menerima kenyataan. Takutnya nanti kamu malah aku jadikan pelampiasan ketidakterimaanku dan nanti kamu malah sakit hati. Dan setelah itu sebenarnya aku kangen banget sama kamu, tapi setelah tau sebentar lagi ulang tahun jadi sekalian aku buat sedikit drama ini. Dan juga aku mau tahu, diantara kita berdua bisa nggak menjaga komitmen kalau memang kita punya rasa satu sama lain. Dan ternyata, kamu selama 3 bulan ini belum punya hubungan dengan cowok lain. Itu artinya, rasa cintamu memang hanya untuk Mas radit seorang. Udaahh…ngaku aja.” Tutur Mas radit panjang, tapi itu membuatku tambah saying sama dia. Tapi jengkel sih, ternyata selama ini aku sering nangis-nangis Cuma scenario buatan Mas Radit. Udah kayak sinetron aja jadinya.
“Dan maaf Rani, kamu nggak usah bicara dulu. Aku tahu kamu pasti shok berat. Sekalian aku mau katakan kalau aku bener-bener sayang sama kamu Ran. Dan 3 bulan menahan untuk tidak menghubungimu adalah hal tersulit bagiku. Tapi itu semua terbayar dengan kebahagiaan hari ini, ibu juga sangat menyukaimu dari pertama kali bertemu. Jadi, mumpung di sini juga ada Gabby, biar dia jadi saksi kita berdua Ran. Rani, aku ingin hubungan kita serius. Dan aku ingin kita menikah, mengingat aku sudah bukan anak ABG lagi. Kamu pasti mau kan menikah dengan ku?”
Bahagia banget mendengar apa yang diucapkan Mas Radit tadi. Ternyata selama ini semua adalah ulah Mas Radit yang ingin memberikan kejutan dihari ulang tahunku. Rasa jengkel tiba-tiba hilang tergantikan dengan kebahagiaan yang tiada bandingannya. Karena memang dari awal aku suka dan sekarang aku sayang banget sama Mas Radit. Akhirnya kuputuskan untuk mengatakan IYA atas semua permintaan Mas Radit tentang kesungguhannya denganku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jendela, Aku Rindu…

Jendela Magetan adalah komunitas kecil yang aku dan teman-temanku dirikan sebagai wadah untuk berbagi dalam hal membaca buku. Rasanya mau cerita agak Panjang. Tapi takut yang membaca jadi bosen. Oke lah, diringkas saja. Tahun 2017 aku merantau ke Ciputat karena berbagai macam factor, mulai dari ketidakjelasan akan masa depan, juga untuk menghindari beberapa omongan miring orang sekitar tentang mahasiswa yang lulus kuliah kok nggak segera dapat pekerjaan mapan. Kalau istilah remaja sekarang, waktu itu aku mengalami yang Namanya “Quarter Life Crisis”. Dengan merantau, aku ada di lingkungan yang baru, pengalaman baru, tentunya banyak hal baru yang didapat. Di Ciputat aku berteman dengan Mutia dan Dian yang kebetulan sangat sefrekuensi denganku. Kami sama-sama suka buku, diskusi ringan, dan suka berkunjung ke tempat-tempat yang asik untuk baca. Kemudian kami mengoleksi beberapa buku Bersama. Tak hanya Mutia dan Dian, aku bertemu dengan Mbak Ria, dia juga sangat nyaman untuk diajak disk

Insyaallah, Semua akan Baik Baik Saja..

Alhamdulillah proses operasi kuret berjalan lancar dan tidak begitu sakit, alhamdulillah. Saya Dan suami sudah sedikit lega, rasanya sudah beda tidak seperti sebelumnya. Proses pra Dan pasca operasi membuat says sadar betul, betapa sayang Dan perhatian suami saya. Rasanya setiap apapun bentuk perhatian yang dia berikan ingin sekali memberi pelukan hangat kepadanya.  Dari pagi, kami bersiap menuju RS untuk kuret, suami menyiapkan semuanya. Saya hanya tinggal bersih2 diri Dan makeup. Mulai dari merebus air untuk Mandi, menyiapkan sarapan, menyeteeika pakaian, menyiapkan kendaraan, menyiapkan administrasi yang diperlukan, jadi saya terima jadi semuanya. Ya Allah, rasanya terharu sekali melihat suami begitu perhatian, sayang, dan hangat seperti saat ini, meski setiap hari juga seperri itu, tapi kali ini lebih.  Saya mencintai suami lebih dari apapun, bahkan jika ditanya apa yang membuat saya jatuh cinta dan sayang pada suami, saya sulit menjelaskan satu per satu alasannya. Karena

Bazar dan Kegembiraan Siswa

  Rasanya setiap siswa akan senang dan sumringah ketika mereka keluar dari kelas, haha hihi dengan temannya, berkunjung ke kantin, antri di toilet, dan aktivitas lain yang pokoknya di luar kelas aja. Hayo ngaku aja, yang sekarang jadi bapak ibu guru, pastinya dulu mengalami jadi siswa juga kan? Pasti seneng juga ketika sedang di luar kelas.  Begitu juga ketika kegiatan bazar berlangsung, siswa seneng luar biasa meski mereka harus mempersiapkan banyak hal untuk apa yang akan dijual dan menyusun standing bazarnya.  Bazar di sekolah saya kali ini diselenggarakan untuk memeriahkan kegiatan penerimaan rapor semester ganjil oleh wali murid. Selain memeriahkan, ternyata bazar ini menjadi kegiatan yang dinanti-nantikan siswa. Bagaimana tidak, terlihat dari antusias siswa dalam bazar ini. Aneka jenis makanan dan minuman dijual oleh mereka, mulai dari kelas X hingga kelas XII. Ada yang menjual jenis makanan tradisional seperti getuk, cenil, cilok, dan ada yang menjual makanan yang sedang hits at