Langsung ke konten utama

Bertemu Keluarga Calon Mertua Teman

Sebagai wanita yang masih belum ada kesibukan formal yang terjadwal dan tiap hari hanya sibuk ngatur jam tidur, saya sering diajak teman keluar, entah itu untuk kepentingan urgen atau hanya sekadar cari angin atau solusi. Ada yang mengajak beli mie ayam, ngajak main ke rumahnya, ke kantor Kemenag, ke tempat kerja, ke kampus, dan masih banyak lagi. Pernah suatu ketika saya diajak teman untuk berkunjung ke rumah calon mertuanya, iya masih calon karena saat itu hari pernikahannya kurang beberapa minggu lagi. Saya shock kenapa harus saya yang mengantarnya ke rumah camer, meski saya sudah tahu alasan sebenarnya, tapi ya kaget aja. Secara dia sebaya denga saya, bisa dibayangkan nanti kalau saya ikut ditanya macem-macem di sana. Tapi karena saya dasarnya doyan maen, yaudah saya "iya" in aja.

Kami berangkat ke tempat tujuan habis dhuhur, kondisi agak gerimis dan di beberapa lokasi kami harus kehujanan. Oke, perjalanan menemui camer memang perlu pengorbanan, jangankan cuma gerimis, petir, badai, panas terik pun akan kami jabanin. Hehe. Keperluan teman saya (sebut saja Fia) adalah memberikan beberapa benda untuk keperluan resepsi pernikahan, seperti kain batik, jilbab, undangan, dll. Perjalan memakan waktu sekitar 1,5 - 2 jam an, agak lama dikarenakan kami harus berhenti di beberapa titik untuk memakai/melepas jas hujan dikarenakan hujannya nggak rata.

Sesampainya di rumah calon mertua, kami disambut oleh Kakak Ipar perempuannya dengan sangat hangat. Bahkan teman saya, Fia, diciumi seperti seorang ibu yang lama tidak bertemu dengan anaknya. Dalam hati, "Luar biasa ya, baru beberapa bulan kenal sudah sehangat dan sesayang ini dengan Fia, calon adik iparnya." Kemudian muncul pertanyaan besar di kepala saya, APAKAH NANTI SAYA AKAN DIPERLAKUKAN SEPERTI ITU OLEH KELUARGA CALON MERTUA SAYA?". Kemudian kami dipersilakan duduk di ruang tamu. Fia mengenalkan saya kepada kaka iparnya, dan seperti biasa basa-basinya orang dewasa selalu menanyakan status, "Sudah menikah, Mbak?". Saya jawab belum sambil menampakkan senyum ramah. Wajar jika basa-basinya seperti itu, apalagi yang akan dibahas adalah hari pernikahan teman saya.

Tak lama setelah ngobrol, anak dari kakak iparnya datang dan terlihat gembira banget atas kehadiran Fia. Mereka berdua terlihat sudah sangat akrab, duh makin iri saya lihatnya. Hahahha. Lagi-lagi muncul pertanyaan besar di kepala saya yang tadi. Selama di perjalanan tadi, Fia sempat bilang kalau kakak iparnya baru pulang dari luar negeri, jadi ini adalah pertemuan perdana dengan kakaknya. Pertemuan perdana saja sudah begitu akrabnya, ya Allah baik banget sih keluarganya, sangat welcome dan terlihat antusias. Kami disuguhkan banyak makanan di meja, ada beberapa jajan khas Taiwan, minuman botol, minuman di gelas dan juga bakso. Sungguh sangat mengenyangkan, sampai saya malu jika hendak memakan dan meminumnya. Ini keluarga baik banget. Ketika mengobrol juga terlihat sudah sangat akrab, saat itu kami bertemu juga dengan suami kakak iparnya.

Setelah kurang lebih 1 jam ngobrol disambi makan, kami pamitan untuk menuju destinasi selanjutnya, yaitu ngasih undangan ke teman kampus. Kakak iparnya memberikan beberapa barang dan makanan, dimana itu digunakan untuk resepsi dan oleh-oleh dari Taiwan, banyak banget, sampai kami bingung membawanya bagaimana. Saking baik dan sayangnya pada teman saya, semua-mua diberikan dan anaknya juga terlihat sedih ketika kami pamitan.

Singkat cerita seperti itu. Saya yang semoga sebentar lagi juga akan mengalami hal serupa, mulai kepikiran banyak hal. Ternyata menikah itu tidak sesederhana yang saya pikir. Sesederhana mengenal calon suami saya dan keluarga inti saja. Ternyata tidak, mengenal dekat dengan saudara calon suami, Bu Dhe/ Bu Lek beserta anak dan cucunya juga. Muncul banyak kekhawatiran yang tiba-tiba menjadikan diri begitu pesimis. Apakah nanti saya bisa sehumble Fia, sehangat Fia, seakrab Fia ketika menjalin komunikasi dengan saudara suaminya? Apakah nanti saya akan diterima dengan hangat juga oleh saudara suami saya? Apakah saya akan menjadi kakak yang baik untuk keponakan kecil suami saya? Sementara saya hanya seperti ini, kadang adaptasi dengan orang baru membutuhkan proses yang agak lama. Ditambah kemampuan saya yang sangat minim untuk ukuran seorang istri normal, seperti memasak yang enak-enak, mengatur keuangan dan menjaga kebersihan.

Harapan saya semoga nantinya saya bisa diterima dengan hangat seperti halnya Fia tadi. Dan yang terpenting semoga segera dipertemukan dengan calon suami yang keluarganya hangat dan welcome , menerima saya apa adanya. Aamiin..

Terima kasih saya ucapkan kepada Fia, disamping silaturahmi dan mengenal keluarga calon suami (sekarang sudah suami SAH), saya juga mendapat banyak pelajaran tentang bagaimana etika atau unggah-ungguh dengan keluarga mertua. Pelajaran yang tidak saya dapatkan dari bangku kuliah.

#30haribercerita
#harike-4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jendela, Aku Rindu…

Jendela Magetan adalah komunitas kecil yang aku dan teman-temanku dirikan sebagai wadah untuk berbagi dalam hal membaca buku. Rasanya mau cerita agak Panjang. Tapi takut yang membaca jadi bosen. Oke lah, diringkas saja. Tahun 2017 aku merantau ke Ciputat karena berbagai macam factor, mulai dari ketidakjelasan akan masa depan, juga untuk menghindari beberapa omongan miring orang sekitar tentang mahasiswa yang lulus kuliah kok nggak segera dapat pekerjaan mapan. Kalau istilah remaja sekarang, waktu itu aku mengalami yang Namanya “Quarter Life Crisis”. Dengan merantau, aku ada di lingkungan yang baru, pengalaman baru, tentunya banyak hal baru yang didapat. Di Ciputat aku berteman dengan Mutia dan Dian yang kebetulan sangat sefrekuensi denganku. Kami sama-sama suka buku, diskusi ringan, dan suka berkunjung ke tempat-tempat yang asik untuk baca. Kemudian kami mengoleksi beberapa buku Bersama. Tak hanya Mutia dan Dian, aku bertemu dengan Mbak Ria, dia juga sangat nyaman untuk diajak disk

Insyaallah, Semua akan Baik Baik Saja..

Alhamdulillah proses operasi kuret berjalan lancar dan tidak begitu sakit, alhamdulillah. Saya Dan suami sudah sedikit lega, rasanya sudah beda tidak seperti sebelumnya. Proses pra Dan pasca operasi membuat says sadar betul, betapa sayang Dan perhatian suami saya. Rasanya setiap apapun bentuk perhatian yang dia berikan ingin sekali memberi pelukan hangat kepadanya.  Dari pagi, kami bersiap menuju RS untuk kuret, suami menyiapkan semuanya. Saya hanya tinggal bersih2 diri Dan makeup. Mulai dari merebus air untuk Mandi, menyiapkan sarapan, menyeteeika pakaian, menyiapkan kendaraan, menyiapkan administrasi yang diperlukan, jadi saya terima jadi semuanya. Ya Allah, rasanya terharu sekali melihat suami begitu perhatian, sayang, dan hangat seperti saat ini, meski setiap hari juga seperri itu, tapi kali ini lebih.  Saya mencintai suami lebih dari apapun, bahkan jika ditanya apa yang membuat saya jatuh cinta dan sayang pada suami, saya sulit menjelaskan satu per satu alasannya. Karena

Bazar dan Kegembiraan Siswa

  Rasanya setiap siswa akan senang dan sumringah ketika mereka keluar dari kelas, haha hihi dengan temannya, berkunjung ke kantin, antri di toilet, dan aktivitas lain yang pokoknya di luar kelas aja. Hayo ngaku aja, yang sekarang jadi bapak ibu guru, pastinya dulu mengalami jadi siswa juga kan? Pasti seneng juga ketika sedang di luar kelas.  Begitu juga ketika kegiatan bazar berlangsung, siswa seneng luar biasa meski mereka harus mempersiapkan banyak hal untuk apa yang akan dijual dan menyusun standing bazarnya.  Bazar di sekolah saya kali ini diselenggarakan untuk memeriahkan kegiatan penerimaan rapor semester ganjil oleh wali murid. Selain memeriahkan, ternyata bazar ini menjadi kegiatan yang dinanti-nantikan siswa. Bagaimana tidak, terlihat dari antusias siswa dalam bazar ini. Aneka jenis makanan dan minuman dijual oleh mereka, mulai dari kelas X hingga kelas XII. Ada yang menjual jenis makanan tradisional seperti getuk, cenil, cilok, dan ada yang menjual makanan yang sedang hits at